Keamanan Data Kesehatan Menjadi Prioritas di Era Digital

Jakarta, 20 Desember 2024 – Teknologi saat ini berkembang sangat pesat, tidak hanya dalam sektor teknologi informasi (IT) atau ekonomi, tetapi juga dalam dunia kesehatan. Rumah sakit, klinik, dan fasilitas kesehatan lainnya kini bergantung pada sistem digital untuk meningkatkan pelayanan mereka. Penggunaan teknologi seperti rekam medis elektronik (Electronic Medical Records atau EMR), layanan kesehatan jarak jauh (telemedicine), hingga perangkat medis yang terhubung melalui Internet of Things (IoT), telah mengubah wajah pelayanan kesehatan modern. Semua ini tentu memberikan kemudahan bagi pasien dan tenaga medis, namun di balik kemudahan tersebut ada tantangan besar yang harus dihadapi, yakni keamanan data kesehatan.

Data kesehatan pasien merupakan salah satu informasi paling sensitif yang ada, meliputi riwayat medis, hasil pemeriksaan, hingga data pribadi lainnya. Oleh karena itu, informasi ini menjadi target empuk bagi pelaku kejahatan siber. Setiap tahun, serangan siber seperti ransomware, phishing, dan malware semakin meningkat, dengan sektor kesehatan sebagai salah satu yang paling rentan. Pada tahun 2023, sebuah laporan menunjukkan bahwa lebih dari 40% pelanggaran data global terjadi di sektor kesehatan. Sebuah statistik yang mengkhawatirkan mengingat data ini sangat bernilai dan dapat digunakan untuk tujuan penipuan, pencurian identitas, atau bahkan tindakan kriminal lainnya.

Pelanggaran data kesehatan tidak hanya merugikan pasien secara pribadi, tetapi juga dapat merusak reputasi institusi kesehatan, menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat, bahkan menyebabkan kerugian finansial yang besar. Oleh karena itu, perlindungan data kesehatan harus dianggap sebagai hal yang sangat penting. Pemerintah dan organisasi kesehatan harus bekerja sama untuk membangun sistem yang lebih aman.

Untuk memberikan wawasan dan solusi bagi masalah ini, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melalui Big Data Center IMERI mengadakan sebuah webinar bertema “Fortifying Health Data Security: Strategies to Prevent Cyber Threats”, pada 11 November 2024. Webinar ini menghadirkan pakar dari berbagai bidang untuk membahas strategi menghadapi ancaman digital di sektor kesehatan.

Acara dibuka oleh Prasandhya Astagiri Yusuf, S.Si., M.T., Ph.D., Ketua Big Data Center IMERI, yang menekankan pentingnya melindungi data pasien agar tidak jatuh ke tangan yang salah. “Dengan berkembangnya teknologi, kita harus memastikan bahwa data pasien tetap aman. Kepercayaan publik terhadap sektor kesehatan sangat bergantung pada kemampuan kita menjaga privasi mereka,” ujar Prasandhya dalam sambutannya.

Sesi pertama webinar dipandu oleh Febrina Putri, S.H., M.Kn., LL.M., dari SNDP Services, seorang ahli hukum yang berfokus pada keamanan data. Febrina membahas regulasi dan kepatuhan dalam pengamanan data kesehatan, baik yang berlaku di tingkat internasional seperti GDPR (General Data Protection Regulation) dan HIPAA (Health Insurance Portability and Accountability Act), maupun yang diterapkan di Indonesia. Ia menyoroti pentingnya pemahaman tentang aturan hukum yang mengatur privasi data pasien. “Institusi kesehatan harus memahami bahwa pelanggaran terhadap regulasi ini bisa berakibat fatal, baik secara hukum maupun finansial,” ujar Febrina.

Pelanggaran terhadap peraturan perlindungan data kesehatan dapat mengakibatkan sanksi berat, mulai dari denda yang sangat besar hingga kehilangan lisensi operasional. Oleh karena itu, kepatuhan terhadap regulasi tersebut adalah langkah pertama untuk memastikan data kesehatan tetap aman.

Sesi kedua webinar menghadirkan Guntur Sulistyo Raharjo, S.Kom., dari Solusi 247, seorang ahli keamanan siber yang memaparkan berbagai ancaman siber yang sering menyerang sektor kesehatan. Ia menjelaskan, selain serangan ransomware dan phishing, kini muncul ancaman baru berupa serangan yang menargetkan perangkat medis yang terhubung dengan internet. “Serangan siber tidak hanya datang dari luar, tetapi juga bisa terjadi di dalam sistem itu sendiri. Kita harus memperhatikan integritas dan keamanan setiap perangkat medis yang terhubung ke jaringan,” ujar Guntur.

Salah satu solusi yang disarankan oleh Guntur adalah penerapan Zero Trust Architecture. Pada dasarnya, Zero Trust Architecture adalah pendekatan keamanan yang tidak secara otomatis mempercayai siapa pun, baik itu pengguna, perangkat, atau aplikasi, meskipun mereka berada di dalam sistem yang sama. Jadi, setiap kali ada seseorang atau perangkat yang ingin mengakses data atau sistem, mereka harus terlebih dahulu diverifikasi, tidak peduli apakah mereka berada di dalam jaringan atau di luar jaringan perusahaan.

Guntur juga menekankan pentingnya penggunaan enkripsi data dan anonimisasi data untuk melindungi informasi pasien. Enkripsi memastikan bahwa meskipun data dicuri, informasi yang diambil tetap tidak bisa dibaca tanpa kunci khusus, sementara anonimisasi menyamarkan identitas data sehingga lebih sulit untuk dikaitkan dengan individu tertentu. Dengan penerapan sistem seperti ini, kita dapat mencegah akses yang tidak sah dan meminimalisir risiko kebocoran data yang sangat sensitif.

Webinar ini tidak hanya mengedukasi peserta tentang ancaman dan solusi yang ada, tetapi juga mendorong terbentuknya jejaring kolaboratif antara sektor kesehatan dan ahli keamanan siber. Dalam diskusi akhir, banyak peserta yang mengungkapkan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk menjaga keamanan data kesehatan. “Kami, sebagai tenaga medis, tentu ingin fokus pada pelayanan pasien, tetapi kami juga membutuhkan ahli IT untuk bekerja sama dalam menjaga keamanan data yang kami kelola,” ujar salah seorang peserta dari rumah sakit swasta.

Webinar ini juga menyoroti betapa pentingnya kesadaran bersama tentang pentingnya pengelolaan data yang aman. Diharapkan, dengan pemahaman yang lebih baik dan implementasi yang tepat, institusi kesehatan akan lebih siap menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks.

Kesimpulan

Acara ini menyimpulkan bahwa menjaga keamanan data kesehatan bukanlah tugas yang mudah, tetapi sangat penting untuk masa depan sektor kesehatan. Dengan semakin canggihnya ancaman siber, sektor kesehatan harus lebih proaktif dalam mengadopsi teknologi keamanan yang lebih maju dan memastikan bahwa semua pihak yang terlibat memahami betapa pentingnya perlindungan data pasien.

Dengan pendekatan yang tepat, organisasi kesehatan tidak hanya bisa melindungi data pasien, tetapi juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan kesehatan. Kolaborasi antara sektor kesehatan dan dunia teknologi informasi menjadi kunci utama untuk menciptakan ekosistem yang lebih aman dan andal, demi memastikan bahwa data kesehatan tetap terlindungi di tengah kemajuan teknologi yang pesat.

Sumber: Big Data Center IMERI FK UI