Peran Orang Tua dalam Membantu Anak Menggapai Cita-cita Menjadi Dokter

Jakarta, 10 Juli 2024 – Setiap orang tua umumnya menginginkan yang terbaik untuk masa depan anak-anaknya. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk mendukung dan mengarahkan anak agar dapat mencapai cita-cita dan profesi impian secara positif, salah satunya adalah cita-cita menjadi seorang dokter.

Psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Efriyani Djuwita, S.Psi., M.Si., Psikolog, mengatakan bahwa untuk mengetahui kemampuan anak, perlu dilakukan identifikasi minat. Salah satu tes yang paling sering digunakan untuk melakukan identifikasi minat dalam karir atau pekerjaan adalah Holland Inventory, yaitu dengan melakukan pemetaan minat berdasarkan tipe kepribadian.

Pengenalan minat dan bakat anak bisa dilakukan melalui konsultasi dengan profesional dan juga Guru Bimbingan dan Konseling (BK) atau konselor di sekolah. Selain itu, dukungan orang tua menjadi sangat penting. Orang tua diharapkan bersikap terbuka, komunikatif, dan memiliki keinginan untuk mengenal anak dengan lebih baik.

“Sebagai orang tua, bisa mengenalkan berbagai profesi sejak dini kepada anak, seperti profesi dokter. Pengenalan bisa dilakukan melalui mainan dan film. Orang tua juga bisa memfasilitasi anak dengan hal yang dibutuhkan, seperti memberikan buku-buku, mendaftarkan les tambahan, dan bahkan bisa menyarankannya untuk mengikuti kegiatan lomba dokter kecil di sekolah,” ucap Efriyani dalam seminar umum parenting yang berlangsung di Auditorium Lt. 3 Gedung IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Jakarta, Rabu, 3 Juli 2024.

Khusus untuk calon mahasiswa fakultas kedokteran, Efriyani mengatakan ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki, yaitu:

  1. Kemampuan penalaran untuk menganalisis situasi baru, membuat asumsi yang logis, menjelaskan ide, dan membuat kesimpulan.
  2. Kemampuan kuantitatif, yaitu tes kedalaman materi yang menuntut logika berpikir yang ditampilkan melalui angka dan simbol.
  3. Pemecahan masalah dan berpikir kritis, kemampuan ini perlu dimiliki untuk dapat mengembangkan dan menyatakan ide-ide penting, membantu dalam mengkaji gagasan-gagasan yang rumit, dan membantu dalam memecahkan masalah.
  4. Pengetahuan umum, yaitu pengetahuan yang diketahui secara umum, biasanya dengan mengacu pada komunitas di mana pengetahuan tersebut dirujuk.

“Selain itu, seorang dokter wajib punya kemampuan berkomunikasi, mendengar, empati, menjalin hubungan interpersonal, dan manajemen waktu. Motivasi dan daya tahan terhadap stres juga tidak kalah penting untuk dimiliki oleh calon mahasiswa Fakultas Kedokteran,” kata Efriyani.

Lebih jauh, Efriyani juga menjelaskan bahwa minat seseorang bisa berubah sejalan dengan perkembangan, interaksi dengan lingkungan, dan kemajuan era. Namun demikian, kemampuan perlu dilatih untuk bisa tetap unggul. Minat yang tinggi terhadap sesuatu dapat menghasilkan usaha yang lebih keras sehingga bisa mencapai keberhasilan.

Seminar umum parenting bertajuk “Mendampingi Perjalanan Menjadi Dokter Profesional: Seminar untuk Orang Tua” ini dimoderatori oleh drg. Nadia Greviana, M.Pd.Ked. Seminar diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-7 Indonesia Medical Education and Research Institute (IMERI) FKUI. Selain Efriyani Djuwita, S.Psi., M.Si., Psikolog, seminar juga menghadirkan Prof. dr. Ardi Findyartini, Ph.D dari Klaster Medical Education Center IMERI FKUI dan Dr. dr. Rita Mustika, M.Epid dari Departemen Pendidikan Kedokteran FKUI sebagai pembicara.

Dr. dr. Rita Mustika, M.Epid dalam presentasinya mengatakan bahwa tujuan pendidikan dokter adalah untuk menghasilkan dokter yang berbudi luhur, bermartabat, bermutu, berkompeten, berbudaya menolong, dan beretika. Selain itu, lulusan pendidikan dokter juga harus berdedikasi tinggi, profesional, berorientasi pada keselamatan pasien, bertanggung jawab, bermoral, humanistis, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, serta mampu beradaptasi dengan lingkungan sosial dan memiliki jiwa sosial yang tinggi.

“Penting bagi seorang dokter untuk mengobati pasien secara menyeluruh sebagai manusia, bukan hanya penyakitnya saja. Dokter juga harus bisa berempati kepada pasien terkait kondisi kesehatannya dan memiliki sikap altruisme, yaitu menempatkan kepentingan pasien di atas kepentingan pribadi. Kemampuan lain yang harus dimiliki adalah dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dan memahami sistem kesehatan yang berlaku,” tutur Dr. dr. Rita.

Sebuah survei yang dilakukan HSBC Bank pada tahun 2015 menunjukkan 31% orang tua di Indonesia menginginkan anaknya menjadi dokter. Untuk mendukung keinginan tersebut, peran orang tua sangatlah penting. Orang tua perlu untuk melakukan identifikasi kepribadian, minat, dan bakat anak, memperkenalkan role model dan dunia kedokteran sejak dini, menanamkan nilai humanis, mengajarkan keterampilan hidup dan keterampilan belajar, serta mengajarkan kesejahteraan dan ketahanan diri.

Dr. dr. Rita juga menjelaskan hasil survei yang dilakukannya pada mahasiswa kedokteran menunjukkan beberapa bentuk dukungan selama anak menempuh pendidikan dokter. “Beri dukungan dengan semangat, pengertian, dan doa. Berikan juga afirmasi kalimat yang baik, kepercayaan kepada anak, serta tidak memberikan tekanan pada anak. Dukungan makanan yang sehat serta dukungan finansial yang cukup juga diperlukan,” ungkap Dr. dr. Rita.

Sementara itu, Prof. dr. Ardi Findyartini dalam sesinya mengatakan bahwa umumnya masa kuliah kedokteran di Indonesia akan dimulai ketika anak telah menyelesaikan pendidikan SMA-nya. “Setelah tamat SMA, anak akan memulai pendidikan kedokteran di fakultas kedokteran. Saat ini di Indonesia standarnya 3,5 tahun pertama akan menjalani tahap pre-klinik, lalu 2 tahun berikutnya adalah tahap klinik atau yang lebih dikenal dengan istilah koas. Setelah lulus, mereka akan menjalani masa internship terlebih dahulu sebelum kemudian bekerja atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,” jelas Prof. dr. Ardi.

Tahap internship dijalani agar para lulusan dokter baru betul-betul siap bekerja di seluruh layanan kesehatan di Indonesia. Tahap ini juga untuk memastikan mereka dapat beradaptasi, mampu mengasah kemampuan berpikir kritis, kemampuan pengambilan keputusan klinis, kemampuan berkomunikasi dengan pasien dan keluarga yang mungkin kondisinya sangat berbeda-beda, serta kemampuan untuk bekerja sama dengan tim.

Kemampuan-kemampuan tersebut sudah diajarkan pada saat mereka menempuh pendidikan dokter, namun dengan pendampingan dan dukungan yang optimal dari orang tua, diharapkan kemampuan tersebut akan semakin terasah.

Sesi seminar ditutup dengan memberikan suatu alat sederhana yang dapat membantu para orang tua membantu putra-putrinya untuk senantiasa berefleksi mengenai kemampuan regulasi belajar serta kualitas humanistik yang perlu senantiasa diasah sebelum dan selama pendidikan.

Sumber: fk.ui.ac.id & IMERI FKUI